SELAMAT DATANG DI BLOG LPSM. SEMOGA BERMANFAAT

PENDIDIKAN KODRATIYAH DAN AKHLAK MULIA


1. LATAR BELAKANG
Pendidikan adalah suatu aktivitas untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Dengan kata lain pendidikan tidak hanya berlangsung di dalam kelas, tetapi berlangsung pula di luar kelas. Pendidikan bukan bersifat formal saja, tetapi mencakup pula yang non formal.

Sejalan dengan penentuan prioritas bidang pembangunan, lebih-lebih pada bidang yang bersifat material, maka terdapat kecendrungan dalam pendidikan untuk menjejalkan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan bidang material tersebut. Kecenderungan ini sebenarnya bertujuan baik. Ia bermaksud menyesuaikan diri dengan iklim pembangunan dan kemajuan teknologi. Ia juga bermaksud memenuhi kebutuhan tenaga-tenaga yang masih sangat kurang pada bidang-bidang tersebut. Akan tetapi karena bahan-bahan yang diberikan bersifat ekstern dari inti kepribadian manusia, dengan sendirinya ciri pendidikan yang sangat nampak hanyalah lebih bersifat pengajaran. Sedangkan menurut Charles E. Siberman bahwa pendidikan tidak identik dengan pengajaran yang hanya terbatas pada usaha mengembangkan intelektualitas manusia. Tugas pendidikan bukan melulu meningkatkan kecerdasan, melainkan mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia. Pendidikan merupakan sarana utama untuk mengembangkan kepribadian setiap manusia. Pendidikan agama tentunya mempunyai fungsi dan peran yang lebih besar daripada pendidikan pada umumnya, lebih-lebih yang hanya menitik beratkan pada aspek kognitf semata.

Secara umum pendidikan dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dengan demikian, bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan. Oleh karena itu sering dinyatakan pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia. Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya. Pendidikan diartikan juga sebagai proses timbal balik dari tiap pribadi manusia dalam menyesuaikan dirinya dengan alam, dengan teman, dan dengan alam semesta.

Pendidikan adalah proses, dalam mana potensi-potensi ini (kemampuan, kapasitas) manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan supaya disempurnakan oleh kebiasaan-kebiasaan yang baik, oleh alat/media yang disusun sedemikian rupa dan dikelola manusia untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan.

Buku ini memiliki kecenderungan memberikan paparan, penjelasan, dan tuntunan secara lebih spesifik dalam cara pemandaian anak manusia untuk secara alami/kodrati membangun dirinya sendiri menjadi manusia mandiri.

Ada tiga hal pokok yang menjadi penekanan dan tujuan dari penulisan buku ini;
1. Menyajikan tuntunan kepada unsur pemandai melalui metodologi inovatif.
2. Menanamkan sejumlah pointer keteladanan dalam rangka membangun karakter bangsa.
3. Menggugah unsur pemandai agar senantiasa berorientasi serta mendayagunakan Materi Abstrak.

Buku ini akan sangat berguna terutama bagi unsur pendidik (guru & orang tua), dan penting pula bagi komponen akademisi sebagai bahan refferensi dalam merauf konsep dan persepsi yang hakiki.

Teknis dalam penulisan buku ini dilakukan dalam bentuk team. Alasan ini diambil, karena kami beranggapan bahwa suatu karya pasti akan terwujud lebih sempurna apabila dirojong oleh personil ahli terkait, yang menyandang kemampuan profesionalisme masing-masing.

2. KONSEP KODRATIYAH DAN AKHLAK MULIA
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Salah satu pilar yang menjadi motor pengerak dalam rangka mewujudkan cita-cita yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yaitu lewat pendidikan.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjadi salah satu dasar dalam penyelengaraan pendidikan di Indonesia seperti dinyatakan dalam Pasal 3 yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
a. Konsep Kodratiyah
Istilah KODRATIYAH bermakna alamiah sesuai kodrat dan sifat-sifat alam yang sudah menjadi ketentuan Illahi. Dalam rangka membangun masyarakat MADANI (Integral, menyeluruh, & holistis) pada dasarnya, manusia sangat memerlukan bahan referensi. Sedangkan referensi yang dibutuhkan di ERA Global ini, tak cukup dengan hanya wacana konkrit saja, tetapi juga wacana yang bersifat abstrak. Komponen wacana konkrit yang dimaksud berbentuk wacana umum yang sudah lazim dibaca berupa bahan bacaan, seperti; Buku-buku teks, buku pegangan, buku-buku pelajaran, buku pustaka, majalah, koran, diktat sarana internet alias dunia maya. Sedangkan yang dimaksud dengan wacana abstrak adalah alam lingkungan dimana kita berada.

Kodratiyah adalah model pembelajaran yang berekstensi (Membaca Alam serta mengungkap rahasia dari eksistensi benda-benda alam sekitar, yang sarat dengan nilai-nilai keteladanan & persahabatan serta simbiosis mutualisme).

Melalui Model Pembelajaran Kodratiyah, kita bermaksud MEMBANGUN AKHLAK MULIA, melalui pendidikan KARAKTER seiring sebutan manusia sebagai KHALIFAH (penghuni, penjaga, pemelihara, pemberdaya, serta pelestari) alam semesta khususnya di Mukabumi.
b. Konsep Ahklak Mulia
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kata Akhlak diartikan sebagai Budi Pekerti atau kelakuan. Kata akhlak walaupun terambil dari bahasa arab (yang biasa berartikan tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama), namun kata seperti itu tidak ditemukan hanyalah bentuk tunggal kata tersebut, yaitu: Khuluq yang tercantum dalam Al Qur’an ayat 4 surat Al Qalam, artinya: “Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung”. (Q.S Al Qalam:4). Kata Akhlak banyak ditemukan dalam hadits-hadits Nabi SAW, dan yang paling populer adalah : ‘Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia’.

Akhlak merupakan perbuatan yang lahir dari kemauan dan pemikiran, dan mempunyai tugas yang jelas dan dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah “Jalan menuju kebahagiaan manusia, baik sebagai individu maupun masyarakat”.
Keluarga Muhammad SAW telah menanamkan ajaran-ajaran yang membimbing kita menuju kebahagiaan yang diimpikan semua orang. Bahkan lebih dari itu, kita dapat mengambil faedah dari Akhlak yang telah diajarkan Rasulullah SAW dan keluarganya untuk berhias diri dengan ajaran Rasul SAW, serta membentuk keperibadian kita pada sosoknya yang paling baik, paling cemerlang dan suci.

Al-Mufadhdhal bin Umar meriwayatkan dari Al-Shadiq yang mengatakan: “Hendaklah kamu sekalian memiliki akhlak mulia, karena sesungguhnya Allah SWT mencintainya, dan hendaklah kalian menjauhkan diri dari perangai buruk karena Allah SWT membencinya.”

Pendidikan secara umum diartikan sebagai proses mendewasakan manusia atau memanusiakan manusia. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat dan kebudayaan. Dengan demikian, bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan. Oleh karena itu sering dinyatakan pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia. Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya. Dalam prosesnya pendidikan dilangsungkan di tiga tempat atau lebih dikenal dengan istilah Trilogi Pendidikan yaitu di keluarga, sekolah, dan masyarakat. Trilogi pendidikan ini menjadi sebuah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan untuk menghasilkan manusia-manusia yang beradab atau memiliki ahklak mulia yang tinggi. Adapun pemerintah termasuk unsur masyarakat dalam lingkup yang lebih luas. Pemerintah lebih sering berperan sebagai Fasilitator yakni sebagai penyedia fasilitas yang diperlukan dalam pendidikan; seperti kurikulum, kebijakan umum, pembiayaan, dsb.

Substansi pendidikan adalah transfer ilmu pengetahuan, maka terdapat kecenderungan dalam pendidikan untuk menjejalkan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan bidang profesionalitas. Kecenderungan ini dimaksudkan untuk menyesuaikan diri dengan iklim pembangunan dan kemajuan teknologi. Ia juga bermaksud memenuhi kebutuhan tenaga-tenaga yang masih sangat kurang pada bidang-bidang tertentu lewat pengajaran-pengajaran. Akan tetapi tugas pendidikan bukan melulu meningkatkan kecerdasan, melainkan mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia melingkupi aspek jasmani dan rohani. Pendidikan merupakan sarana utama untuk mengembangkan kepribadian setiap manusia. Pendidikan agama tentunya mempunyai fungsi dan peran yang lebih besar daripada pendidikan pada umumnya, lebih-lebih yang hanya menitik beratkan pada aspek kognitf semata.

Departemen pendidikan adalah departemen yang bertanggung jawab secara nasional untuk mengelola pendidikan mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi baik pendidikan formal maupun informal dengan mengelola siswa sebanyak 38.066.059 (data: nisn.jardiknas.org) dengan 200.629 sekolah atau PT yang ada, namun adapula departemen-departemen lain yang menyelenggarakan pendidikan untuk memenuhi kebutuhannya dengan istilah pendidikan dinas, tidak terkecuali departemen agama mengelola siswa sebanyak 4.744.779 (data: nisn.jardiknas.org) yang menyelengarakan pendidikan mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi sebanyak 41.713 dengan porposi pendidikan agama lebih besar dalam rangka menciptakan manusia manusia yang berkualitas yang didasari keimanan dan ketakwaan terhadap Allah SWT. Pada sekolah umum yang dikelola oleh departemen pendidikan nasional porposi pendidikan agama atau pendidikan akhlak mulia sangat kecil hanya 2 jam pelajaran dalam seminggu, ini belum mampu membangun tingkah laku peserta didik menjadi manusia yang utuh. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan-kebiasaan manusia sangat banyak, seperti faktor lingkungan yang buruk, faktor informasi dan komunikasi yang menyesatkan misal tayangan sinetron-sinetron yang tidak sesuai dengan norma, dsb.

Kata akhlak berasal berasal dari bahasa Arab yaitu “Khuluq” artinya tingkah laku, perangai, tabiat, moral atau budi pekerti. Akhlak yang dimaksud disini adalah akhlak menurut ajaran agama Islam adalah Al-Qur’an dan hadist. Jadi dasar akhlak yang pertama dan utama adalah Al-Qur’an.

Akhlakul karimah artinya akhlak yang mulia, baik yang harus dipakai sehari-hari. Manusia yang berakhlak mulia itu pandai mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan jalan:
a. Mempertebal iman.
b. Memperbanyak amal.
c. Selalu berdo’a.
d. Mensyukuri nikmat.
e. Sabar dalam menghadapi sesuatu.
f. Senantiasa bertawakal kepada Allah.
g. Selalu mengingat mati.

Di samping pendekatan diri kepada Allah kita juga harus memperbaiki hubungan sesama manusia dengan jalan:
a. Percakapan yang sopan, tidak menyakiti hati orang lain.
b. Ramah tamah dalam bergaul.
c. Suka menolong orang lain.
d. Pandai membawa diri.
e. Pandai menjaga diri.
f. Hormat kepada orang yang lebih tua.

Apabila akhlakul karimah kita sudah mendarah daging dalam kehidupan kita, kita akan mudah dalam segala hal, nilai diri kita akan tinggi di mata orang lain.
Asas Pendidikan Islam.
Heri Jauhari mengemukakan Pendidikan Islam dilaksanakan berdasarkan asas asas:
1. Melaksanakan perintah Allah SWT dan teladan Rasulullah SAW.
Pendidikan dalam Islam merupakan realisasi dari kewajiban menuntut Ilmu yang diperintahkan Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Menuntut ilmu bisa dilaksanakan secara perorangan maupun kelompok.
2. Beribadah kepada Allah SWT.
Dikarenakan menuntut ilmu itu diperintahkan oleh Allah SWT. Dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Maka mengamalkannya merupakan ibadah dan diberi pahala oleh Allah SWT.
3. lkhlas dan mengharap ridla Allah SWT.
Setiap mengamalkan atau melaksanakan ibadah kita dituntut untuk ikhlas, yakni dilaksanakan dengan senang hati dan mengharap ridla Allah SWT. Namun bukan berarti kita tidak boleh mengharapkan atau mendapatkan apa apa. Hak hak kitapun perlu kita. dapatkan seiring dengan kewajiban kewajiban yang dilaksanakan.
4. Ilmu yang benar dan diridlai Allah SWT.
Islam tidak mengenal pemisahan (dikotomi) antara, ilmu dunia dan akhirat. Keduanya perlu dan wajib kita miliki, karena keselamatan dan kebahagiaan di akhirat juga ditentukan oleh keberhasilan dan ibadah selama di dunia. Oleh karena itu. semua ilmu yang dibutuhkan untuk keberhasilan di dunia dan di akhirat perlu kita miliki, kecuali ilmu, yang dapat menjauhkan diri kita dengan Allah; seperti ilmu sihir, ilmu nujum, meramal nasib, dan ilmu ilmu jahat lainnya.

Prinsip Pendidikan Islam
Heri Jauhari mengemukakan Pendidikan Islam dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip:
1. Berlangsung Seumur Hidup
Menuntut ilmu. itu hukumnya fardlu ain yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim selama hidupnya, karena itu menuntut ilmu atau pendidikan itu berlangsung seumur hidup (life long education) yakni sejak dilahirkan sampai meninggal.
2. Tidak Dibatasi Ruang dan Jarak .
Pendidikan dalam. Islam dapat dilaksanakan dimana saja. Tidak hanya di dalam ruangan saja, tapi di alam terbuka juga bisa. Bahkan bukan hanya di dalam kota atau di dalam. negeri saja, kalau perlu ke luar kota atau ke luar negeri. Hal ini sudah dicontohkan oleh para Nabi dan Rasul, para sahabatnya, serta para alim ulama.


3. Bersungguh Sungguh dan Rajin.
Setiap pengamalan ibadah dalam Islam (termasuk pendidikan) haruslah dilaksanakan dengan sungguh-¬sungguh dan rajin (continue) karena hanya dengan demikian akan terwujud semua tujuan dan harapan.
4. Harus Diamalkan.
Setiap ilmu yang telah dimiliki, dipahami dan diyakini kebenarannya haruslah diamalkan. Manfaat i1mu. baru dirasakan dan lebih berkah setelah diamalkan.
5. Guna Mewujudkan Kebaikan Hidup.
Setiap ihnu yang didapat selain harus diamalkan juga harus membawa manfaat, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Misalnya setelah mendapat ilmu maka ada perubahan perilaku pada dirinya ke arah yang lebih baik. Begitu juga orang orang di sekitarnya harus mendapat manfaat dari ilmu yang dimilikinya itu.

Tujuan Pendidikan Islam
Menurut Heri Jauhari Pendidikan dalam Islam haruslah berusaha membina atau mengembalikan manusia kepada fitrahnya yaitu kepada Rubbubiyyah Allah sehingga mewujudkan manusia:
1. Berjiwa Tauhid.
Tujuan yang pertama ini harus ditanamkan kepada para peserta didik (sesuai dengan firman Allah dalam Surat Luqman ayat 13). Insan yang mengenyam pendidikan serta berjiwa tauhid sangat yakin bahwa ilmu yang ia miliki adalah bersumber dari Allah. Dengan demikian ia tetap rendah hati dan semakin yakin akan Kebesaran Allah serta lebih rajin dalam beribadah,
2. Taqwa kepada Allah SWT.
Mewujudkan manusia yang bertaqwa kepada Allah merupakan tujuan pendidikan Islam, sebab walaupun ada orang yang genius dan gelar akademisnya. sangat banyak; tapi kalau tidak bertaqwa kepada Allah maka ia dianggap tidak/belum berhasil. Hanya orang yang bertaqwa yang paling mulia di sisi Allah (QS.Al Hujurat : 13).
3. Rajin Beribadah dan Beramal Shalih.
Apapun aktivitas dalam hidup ini haruslah didasarkan untuk beribadah kepada Allah, karena itulah tujuan Allah menciptakan manusia di muka bumi ini (seperti tertera dalam Surat Adz Dzariyyat ayat 56).
4. Ulil albab (pemerhati/pemikir)
Tujuan pendidikan Islam berikutnya adalah mewujudkan ulil albab yaitu orang-orang yang dapat meneliti dan memikirkan Keagungan Allah melalui ayat-ayat qauliyyah yang terdapat dalam Kitab Suci Al Quran dan ayat-ayat kauniyyah (tanda-tanda kekuasaan Allah) yang terdapat di alam semesta. Mereka ilmuwan dan intelektual, tapi mereka juga rajin berdzikir dan beribadah kepada Allah SWT (seperti difirmankan Allah dalam Surat Ali Imran: 190-191).

5. Berakhlak Mulia.
Pendidikan dalam Islam fidak hanya bertujuan untuk mewujudkan manusia yang memiliki kecerdasan saja, tapi juga harus berakhlak mulia. Karena kecerdasan tanpa diimbangi oleh akhlak yang mulia hanya akan menjadikan manusia manusia yang akan membuat kerusakan di muka bumi. Dengan dimiliki kecerdasan dan akhlak yang mulia akan terwujud kedamaian. Keadilan dan kesejahteraan di muka bumi.

Model Pendidikan Islam
Menurut Al-Ghazali (2003; 72-73)., ada dua cara dalam mendidik akhlak, yaitu; pertama, mujahadah dan membiasakan latihan dengan amal shaleh. Kedua, perbuatan itu dikerjakan dengan di ulang-ulang. Selain itu juga ditempuh dengan jalan pertama, memohon karunia Illahi dan sempumanya fitrah (kejadian), agar nafsu-syahwat dan amarah itu dijadikan lurus, patuh kepada akal dan agama. Lalu jadilah orang itu berilmu (a’lim) tanpa belajar, terdidik tanpa pendidikan, ilmu ini disebut juga dengan ladunniah. Kedua akhlak tersebut diusahakan dengan mujahadah dan riyadhah, yaitu dengan membawa diri kepada perbuatan-perbuatan yang dikehendaki oleh akhlak tersebut. Singkatnya, akhlak berubah dengan pendidikan latihan. (Al-Ghazali, 2000;601-602).

Itulah beberapa hal mendasar mengenai Pendidikan ahklak mulia, untuk mewujudkankannya diperlukan kesungguhan dan kerjasama semua pihak. Insya Allah dengan kerja keras dan bertawakkal kepada Allah, semua itu akan terwujud.

c. Konsep Pembentukan Karakter
Menurut Foerster (dalam Doni Koesoema), ada empat ciri dasar dalam pendidikan karakter. Pertama; keteraturan interior di mana setiap tindakan diukur berdasar hierarki nilai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan. Kedua; koherensi yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut risiko. Ketiga; otonomi.

Komisi Internasional Untuk Pendidikan Abad Dua Puluh Satu” dalam laporannya ke UNESCO, mengajukan rumusan tentang empat pilar pendidikan yaitu:
• Learning to live together: belajar untuk memahami dan menghargai orang lain, sejarah mereka dan nilai-nilai agamanya.
• Learning to know: penguasaan yang dalam dan luas akan bidang ilmu tertentu, termasuk di dalamnya learning to how
• Learning to do: belajar untuk mengaplikasi ilmu, bekerjasama dalam team, belajar memecahkan masalah dalam berbagai situasi.
• Learning to be: belajar untuk dapat mandiri, menjadi orang yang bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan bersama.

Keempat pilar pendidikan masa depan itu kemudian diterjemahkan ke dalam format sekolah yang diharapkan mampu membantu siswa-siswi mereka untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi kehidupan di masa depan, yaitu: kompetensi keagamaan, kompetensi akademik, kompetensi ekonomi, dan kompetensi sosial pribadi.

Berdasarkan perspektif agama (Islam), hakikat makna pendidikan adalah ikhtiar secara sadar dan sungguh-sungguh agar manusia mampu menjadi manusia sebagaimana dikehendaki Tuhan, yakni sebagai hamba Allah (abdullah) dan wakil Allah (khalifatullah) di muka bumi.

Dengan demikian, rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan. Sebagaimana disarankan Philips, keluarga hendaklah kembali menjadi school of love, sekolah untuk kasih sayang (Philips, 2000) atau tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang (keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah). Sedangkan pendidikan karakter melalui sekolah, tidak semata-mata pembelajaran pengetahuan semata, tatapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekerti yang luhur dan lain sebagainya. Pemberian penghargaan (prizing) kepada yang berprestasi, dan hukuman kepada yang melanggar, menumbuhsuburkan (cherising) nilai-nilai yang baik dan sebaliknya mengecam dan mencegah (discowaging) berlakunya nilai-nilai yang buruk. Selanjutnya menerapkan pendidikan berdasarkan karakter (characterbase education) dengan menerapkan ke dalam setiap pelajaran yang ada di samping mata pelajaran khusus untuk mendidik karakter, seperti; pelajaran Agama, Sejarah, Moral Pancasila dan sebagainya.

3. FUNGSI DAN TUJUAN KODRATIYAH
a. Membangun “AKHLAK MULIA “
b. Membangun insan MADANI (Integral, Berpengetahuan kompleks/variatif)
c. Berpola pandang HOLISTIK. (Komprehensif, Induktif, Deduktif)
d. Membangun postur GLOBALIS. (Revolusioner, Akseleratif, & Humanis)


0 Responses So Far: